Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari Mimbar Sumbar, Anggota DPRD Bukittinggi Meradang, Area Jam Gadang Dipenuhi Sampah.
Salah seorang anggota DPRD Bukittinggi, Ibra Yasser mengatakan sidak tersebut dilakukannya karena mendapat keluhan dari perantau yang pulang kampung, yang mengeluhkan kebersihan di kawasan Jam Gadang dan pertokoan Pasar Atas.
“Kita melakukan sidak ini berawal adanya laporan dari perantau bahwasanya sampah berserakan di kawasan Pasar Atas dan Pendestrian Jam Gadang,” katanya.
“Karena merasa tidak enak, maka saya langsung datang ke kawasan Jam Gadang untuk mengecek, ternyata benar banyak sampah yang berserakan dan banyak wisatawan yang duduk di dalam taman bunga,” sambungnya.
Dilansir dari Tribun Padang, menanggapi hal tersebut, Wali Kota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias, mengatakan hal tersebut biasa terjadi di daerah wisata.
“Karena kondisi kunjungan Bukittinggi yang setiap tahunnya selalu padat, maka persoalan sampah pasti berlipat,” ujarnya.
“Kenaikan jumlah sampah di tempat wisata itu bukan hanya 100 persen, tapi kita melihat bisa hingga 300 atau 350 persen di tempat wisata karena padatnya pengunjung,” sambungnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Ramlan sudah menyampaikan kepada petugas DLH agar bisa mengantisipasi hal ini, yaitu dengan menyalin sampah dari tempat sampah agar kosong dan bisa di isi lagi.
“Cuma kalau disaat orang ramai disapu, maka tentunya tidak enak, karena akan mengganggu pengunjung, tapi malam dan pagi akan kita selesaikan selalu,” katanya.
“Jadi untuk satu bulan ini akan kita kerjakan sebisanya, inshaallah bulan depan akan kita selesaikan semua permasalahan yang ada di kawasan Jam Gadang,” pungkasnya.
Ditempat berbeda, praktisi hukum dan tokoh muda Bukittinggi, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH menyatakan meradang salah satu anggota DPRD terkait sampah baru-baru ini harus disertai solusi sistematis dan komprehensif atas masalah sampah di Bukittinggi. Bukittinggi Gemilang bisa menjadi Bukittinggi Gelap jika masalah sampah di Bukittinggi tidak teratasi.
Apalagi menurut Riyan Permana Putra, data diungkap Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum (PPKHI) Kota Bukittinggi menempati peringkat dua penyumbang sampah terbesar di Indonesia pada tahun 2020. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kapasitas sampah di Bukittinggi akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Itu pun belum menghitung sampah yang dibuang sembarangan, seperti sampah plastik di sungai-sungai yang akhirnya mencemari kota”, tambahnya.
Pemerintah daerah Bukittinggi menurut Riyan Permana Putra sebagai penanggung jawab utama pengelolaan sampah, jangan hanya berkutat pada penanganan di hilir. Pemda jangan hanya mengandalkan pola konvensional dengan menumpuk sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di lahan terbuka. Cara kuno ini tak bisa dipertahankan lagi karena cepat atau lambat “bak sampah raksasa” itu akan penuh.
Riyan Permana Putra melanjutkan kita bisa menyimak Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan pemerintah Jerman terhadap pengelolaan sampah di Kota Cirebon, Malang, Bukittinggi, Jambi, dan Denpasar serta Kabupaten Bogor pada 2022 menggambarkan masalah yang akut. Kajian itu menemukan rata-rata 72 persen sampah berakhir di TPA dan 17 persen bocor ke lingkungan. Sampah yang didaur ulang hanya 11 persen. Akibatnya, sampah terus menggunung. Satu dari enam daerah itu harus menutup TPA mereka tahun ini. Lima daerah lain juga harus menutup TPA mereka dalam dua-empat tahun, lanjutnya.
Seharusnya, menurut Riyan Permana Putra, Pemko Bukittinggi berupaya memilah dan mengolah sampah yang tiba ke TPA. Di antaranya dengan mengolah sampah menjadi bahan bakar arang dengan teknologi refuse-derived fuel (RDF). Sekilas hal itu tampak sebagai terobosan. Tapi hanya sebagian kecil sampah yang dapat diolah. Selain itu, prosesnya tetaplah menghasilkan emisi karbon yang mencemari udara, sambungnya.
Riyan Permana Putra pun menegaskan penegakan hukum bisa menjadi salah satu solusi mengatasi sampah di Bukittinggi karena peraturan mengenai persampahan sebetulnya sudah tersedia. Diantaranya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Aturan itu mewajibkan setiap orang mengurangi dan mengelola sampahnya. Industri juga wajib menarik kembali sampah produk mereka dan mendaur ulangnya, tegasnya.
Faktanya menurut Riyan Permana Putra, aturan itu berhenti di atas kertas. Lemahnya penegakan aturan membuat para pihak cenderung mengabaikan kewajiban masing-masing. Hal ini diperburuk yaitu diduga dengan tak adanya strategi pemerintah daerah untuk menangani sampah secara tuntas. Seakan-akan dengan membuang sampah ke TPA, kewajiban mereka sudah terpenuhi, ungkapnya.
Maka, Riyan Permana Putra berharap anggota DPRD Bukittinggi tak cukup meradang terkait sampah. Perlu strategi pengurangan sampah dengan drastis secara bertahap. Penanganan sampah harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Di hulu, rumah tangga harus mengurangi dan memilah sampah harian. Industri juga demikian. Di hilir, perlu lebih banyak terobosan untuk mendaur ulang sampah. Jangan lupa, strategi pengurangan sampah itu juga harus sejalan dengan mitigasi krisis iklim melalui model pengolahan sampah yang mengurangi emisi karbon, harapnya.
Riyan Permana Putra juga menyatakan sampah adalah masalah kita bersama. Tanpa langkah nyata dan segera untuk menguranginya, “bom waktu” bencana sampah akan meledak tak lama lagi.
Riyan Permana Putra juga melihat berdasarkan Surat Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah Nomor: 660/33/UPTD-PS/DLH-2023 tertanggal 31 Januari 2023 seharusnya Bukittinggi komitmen dalam pembangunan landfill baru.
Karna dalam surat yang ditujukan kepada Wali Kota Payakumbuh, Wali Kota Bukittinggi, Bupati Agam, dan Bupati Lima Puluh Kota itu, disebutkan bahwa rencana sharing pembiayaan untuk pembangunan landfill baru masih terkendala karena masih ada pemerintah kabupaten/kota yang belum memenuhi komitmen penganggaran pada APBD 2023 ini.
Dari empat daerah pengguna TPA Regional Payakumbuh, tercatat hanya tiga daerah yang menganggarkan untuk pembangunan landfill baru tersebut. Ketiganya adalah Kota Payakumbuh, yang mengalokasikan Rp5,775 miliar, namun meminta ketentuan yang harus dipenuhi Pemprov Sumbar agar anggaran bisa dicairkan.
Kemudian, Kabupaten Agam, yang mengalokasikan Rp1 miliar, dan Kabupaten Lima Puluh Kota yang mengalokasikan Rp1,2 miliar. Sedangkan satu daerah lainnya, yakni Kota Bukittinggi, sama sekali tidak mengalokasikan anggaran.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)
