Bukittinggi – Dilansir dari Suara Sumbar, pernyataan Sekretaris Daerah Kota Bukittinggi, Rismal Hadi, yang menegaskan bahwa tidak ada istilah “dirumahkan” bagi tenaga honorer non-database (kategori R4), menuai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk kalangan praktisi hukum.

Rismal menyebut, status honorer R4 memang telah berakhir secara otomatis karena kontrak kerja mereka tidak diperpanjang, sejalan dengan ketentuan dari pemerintah pusat.

“Saat ini pemerintah pusat sudah melarang pengangkatan honorer dan jika dipaksakan akan menjadi temuan nantinya,” ujar Rismal Hadi.

Namun, menurut Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, pernyataan tersebut tidak cukup merepresentasikan perlindungan hukum bagi tenaga honorer yang terdampak dan telah lama mengabdi.

“Secara administratif memang masa kontrak berakhir, tetapi secara moral dan hukum ketenagakerjaan, pemerintah daerah tidak bisa lepas tangan begitu saja. Harus ada solusi transisi yang adil, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perdata dan perlindungan hak pekerja,” ujar Riyan, Selasa (5/8/2025), di Hotel Monopoli, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Solusi Hukum dan Administratif untuk Honorer R4

Riyan mengusulkan beberapa langkah solutif yang dapat dilakukan oleh Pemkot Bukittinggi agar peralihan status honorer R4 tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan gejolak sosial:

  1. Menerbitkan Surat Keterangan Pengabdian
    Setiap tenaga honorer R4 yang tidak diperpanjang perlu diberikan surat resmi yang menyatakan masa kerja, kontribusi, dan keterangan berhenti kerja karena kebijakan nasional, bukan karena kesalahan atau kinerja pribadi. Ini penting untuk keperluan seleksi PPPK atau pekerjaan lain.
  2. Menyiapkan Skema Alih Status atau Transisi
    Pemkot perlu menjajaki skema transisi berupa pelatihan atau pemetaan tenaga honorer untuk diarahkan ke program ekonomi produktif daerah atau unit kerja non-ASN lainnya yang legal.
  3. Memastikan Transparansi Data dan Komunikasi Terbuka
    Honorer non-database harus diberikan akses informasi yang jelas soal status, peluang seleksi, dan dasar hukum yang digunakan. Tidak boleh ada pengabaian hak informasi.
  4. Mendorong Kesempatan Terakhir Ikut Seleksi PPPK
    Berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2018 Pasal 99 ayat (2), pemerintah daerah dapat menyampaikan usulan tenaga honorer lama yang belum masuk database untuk dipertimbangkan pusat, jika memiliki bukti pengabdian dan kualifikasi.
  5. Menghindari Diskriminasi dan Pelanggaran Konstitusional
    Riyan mengingatkan bahwa tindakan yang menciptakan diskriminasi terhadap honorer non-database bisa bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. “Tidak cukup hanya mengatakan kontrak telah berakhir. Negara harus hadir, termasuk pemerintah daerah, untuk menjamin bahwa proses ini berkeadilan, transparan, dan tidak merugikan pihak yang telah mengabdi,” tegas Riyan.

Saran Alternatif jika Tak Ada Solusi Lokal

Jika tidak ada respons dari pemerintah daerah, Riyan juga menyebutkan bahwa para tenaga honorer dapat mengajukan permohonan perlindungan ke Komnas HAM atau bahkan menggugat secara perdata atas kerugian imateriil, jika dirasa ada tindakan sewenang-wenang dalam proses pemutusan hubungan kerja.

“Apapun istilahnya, ‘dirumahkan’ atau ‘berakhir kontrak’, yang penting adalah bagaimana pemerintah memastikan transisi ini adil dan konstitusional,” pungkas Riyan.

Riyan Permana Putra juga menyatakan bahwa para honorer yang merasa dirugikan secara hukum dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

“Tenaga honorer R4 memiliki hak konstitusional atas pekerjaan dan perlakuan yang adil. Jika kontrak dihentikan tanpa alasan tertulis, tanpa surat keterangan pengabdian, atau dengan cara diskriminatif, maka gugatan perdata sangat dimungkinkan,” ujarnya.

Dasar Hukum Gugatan Perdata

  1. Pasal 1365 KUH Perdata – tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH):

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

  1. Pasal 1320 KUH Perdata – tentang syarat sahnya perjanjian. Jika kontrak kerja honorer mengandung kesepakatan, hak dan kewajiban, maka tidak boleh diputus secara sepihak tanpa dasar hukum.
  2. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 –

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Riyan Permana Putra juga mengungkapkan Yurisprudensi Gugatan Honorer di Daerah Lain

🔹 Putusan PN Muara Teweh Nomor 17/Pdt.G/2020/PN Mtw
Penggugat: Tenaga Honorer Satpol PP
Tergugat: Pemerintah Daerah Barito Utara

Isi: Gugatan perbuatan melawan hukum karena diberhentikan tanpa surat resmi dan tidak diberikan hak-hak sebagai tenaga kerja.

Hasil:
Majelis hakim menyatakan bahwa tindakan pemerintah daerah yang memberhentikan tenaga honorer tanpa prosedur dan dasar hukum yang jelas adalah bentuk perbuatan melawan hukum (PMH). Pemerintah dihukum membayar ganti rugi moril sebesar Rp15 juta.

🔹 Putusan PN Meulaboh Nomor 15/Pdt.G/2018/PN Mbo
Penggugat: Tenaga Honorer Dinas Kesehatan
Tergugat: Pemerintah Kabupaten Aceh Barat

Isi & Hasil:
Majelis hakim menyatakan penggugat telah dirugikan secara material dan imaterial karena kontraknya tidak diperpanjang secara sepihak tanpa alasan tertulis. Penggugat memenangkan sebagian gugatannya dan mendapatkan kompensasi.

“Putusan-putusan ini menjadi bukti bahwa honorer tetap memiliki posisi hukum yang dilindungi, walau tidak berstatus PNS,” kata Riyan.

Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh Honorer R4 Bukittinggi

  1. Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bukittinggi, baik dengan dasar PMH (Pasal 1365) atau wanprestasi (jika kontrak dianggap dilanggar).
  2. Melaporkan ke Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi dalam penghentian kerja.
  3. Mengadukan ke Komnas HAM, jika tindakan Pemkot dinilai diskriminatif atau melanggar hak dasar warga negara.

“Pemerintah tidak kebal hukum. Jika honorer diberhentikan tanpa alasan tertulis, tidak diberi hak informasi dan tidak dibantu dalam transisi ke tahap selanjutnya, maka semua elemen itu bisa diuji di pengadilan,” tegas Riyan.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *