Bukittinggi — Praktisi hukum Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH dan Rekan Gusti Prima Maulana, SH, Faizal Perdana Putra, SH, dan Ahsanul Raihan, SH bersama masyarakat adat keturunan Nyiak Tingkuluak, Kaum Suku Sikumbang Talikincie Panji, Nagari Kamang Hilia, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam, berhasil memenangkan perkara sengketa harta pusako tinggi dalam perkara Nomor 44/Pdt.G/2024/PN Bkt di Pengadilan Negeri Bukittinggi, Riyan Permana Putra dan Rekan membantu dari segi Para Penggugat dan beberapa Tergugat yang mengakui adanya dugaan Perbuatan Melawan Hukum melawan beberapa Tergugat yang diduga melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menegaskan bahwa tanah pusako tinggi milik keturunan Nyiak Tingkuluak tetap sah menjadi hak kaum, tidak dapat dialihkan ke pihak lain, dan harus dilindungi sebagai warisan turun-temurun berdasarkan adat Minangkabau serta Pasal 5 ayat (3) KUHPerdata jo Pasal 50 ayat (2) UU Pokok Agraria.
“Ini kemenangan penting bagi masyarakat adat, mempertegas bahwa pusako tinggi bukan sebidang tanah biasa, tetapi simbol marwah, identitas, dan keberlanjutan adat Nagari Kamang Hilia yang wajib dipertahankan,” tegas Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH usai persidangan yang merupakan salah satu pembela hak masyarakat adat terkait.
Simbol Marwah Kaum
Putusan tersebut disambut hangat oleh para ninik mamak dan anggota Kaum Suku Sikumbang Talikincie Panji, karena menjadi preseden hukum bahwa hak adat mereka tetap kuat di mata hukum positif Indonesia, meskipun ada upaya pihak lain mendaftarkan tanah tersebut menjadi hak milik individu.
“Alhamdulillah, adat masih tegak, pusako tinggi urang tuo kami tetap utuh untuk anak cucu kami,” ujar salah seorang anggota kaum.
Imbauan untuk Kaum Adat
Dr (c). Riyan Permana Putra mengimbau kepada seluruh masyarakat adat pemilik pusako tinggi:
- Agar tidak menandatangani dokumen pengalihan hak tanpa musyawarah kaum
- Segera berkonsultasi hukum jika ada indikasi penguasaan oleh pihak luar
- Melakukan inventarisasi dan pencatatan tanah pusaka sesuai sistem pertanahan nasional, untuk menghindari gugatan di kemudian hari
(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)
