Bukittinggi – Mogok massal hakim dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia juga berdampak bagi para pengacara yang ada di Kota Bukittinggi.
Pasalnya, para pengacara atau advokat terpaksa harus menunda jadwal sidang yang seharusnya dilakukan pada hari Senin (07/10/2024).
Perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat yang juga menjadi Ketua Tim Hukum/Advokasi Erman Safar – Heldo Aura serta Ketua Tim Hukum/Advokasi partai politik pendukung Erman Safar – Heldo Aura yang merupakan koalisi terbesar di Kota Bukittinggi dengan gabungan Gerindra, Nasdem, Golkar, PKB, PSI, Perindo, PBB, Garuda, Hanura, Gelora, Masyumi, dan Partai Buruh ini menyatakan, Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH, menyatakan ada banyak perkara yang tidak bisa disidangkan karena pelaksanaan mogok kerja hakim tersebut.
“Saya saja ada lebih dari tujuh perkara yang seharusnya disidangkan pada saat mogok kerja itu. Akhirnya ditunda pada pekan depan,” katanya saat diwawancarai media, Sabtu (12/10/2024).
Riyan Permana Putra mendukung rencana Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia yang akan dilaksanakan pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.
“Kami secara tegas mendukung para hakim untuk melakukan cuti bersama selama 5 hari,” tegasnya.
Dukungan ini menurut Riyan Permana Putra dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap kesejahteraan hakim yang dinilai masih jauh dari ideal. Riyan Permana Putra menyatakan bahwa gaji dan tunjangan hakim masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 yang terkesan usang dan tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman kekinian.
“Sudah 12 tahun aturan tersebut tidak pernah diperbarui. Hal ini jelas tidak sejalan dengan kebutuhan zaman dan tidak adil bagi para hakim termasuk hakim yang berada di Bukittinggi, Sumatera Barat,” ungkap Riyan Permana Putra.
Riyan Permana Putra juga menyinggung Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 yang telah mengamanatkan perlunya peninjauan ulang terhadap aturan penggajian hakim.
“Aturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak relevan lagi,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, Riyan Permana Putra mencontohkan gaji hakim Golongan III A dengan masa jabatan 0 tahun yang hanya menerima Rp 2.064.100 per bulan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan gaji pegawai Kementerian Keuangan Golongan III A yang mencapai Rp 2.579.400 – Rp 4.236.400 per bulan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019.
“Hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi untuk mencari keadilan, gajinya harus diperhatikan oleh negara. Seyogianya, gaji hakim harus jauh lebih besar dibandingkan dengan PNS lainnya,” harapnya.
Riyan Permana Putra berharap Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syaruddin dapat menanggapi rencana Gerakan Cuti Bersama para Hakim se-Indonesia dengan bijaksana dan arif.
Riyan Permana Putra juga menekankan bahwa hakim sebagai pejabat negara harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam hal pemenuhan dan optimalisasi hak keuangan, tunjangan, dan fasilitas bagi hakim dan keluarganya.
“Posisi dan kedudukan hakim sebagai pejabat negara yang hak keuangan, tunjangan, dan fasilitasnya harus disamakan dengan pejabat negara lainnya,” tekannya.
Riyan Permana Putra juga berharap Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia tidak akan mengganggu para pencari keadilan.
“Kami mendukung Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim menjadi Undang-undang. Sehingga kedudukan, hak keuangan, tunjangan, dan fasilitas hakim semakin jelas dan memadai,” pungkasnya.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)