Bukittinggi – Sebagaimana dilansir dari JPNN, Bus pariwisata yang membawa 37 penumpang dan empat awak bus yang terdiri atas seorang sopir, seorang kernet, serta dua agen tujuan Palembang mengalami kecelakaan tunggal di jalur alternatif Kota Bukittinggi menuju Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), tepatnya di jalan Malalak, Kabupaten Agam, Minggu (6/4/2025).
Kecelakaan sekitar pukul 12.00 WIB itu terjadi di Jalan Malalak Selatan.
“Kecelakaan tunggal bus pariwisata dengan Nomor Polisi BK 7029 UA tujuan Palembang,” kata Kasatlantas Polresta Bukittinggi AKP M. Irsyad di Bukittinggi, Minggu malam.
Tidak lama setelah bus terguling, di lokasi yang sama juga terjadi kecelakaan yang melibatkan Toyota Corolla SE BA 1269 IY dengan Honda Beat 6067 QH.
Toyota Corolla yang dikendarai Rifaldi diduga alami rem blong dan menabrak Honda Beat yang berhenti di depannya.
Ditempat berbeda, praktisi hukum yang juga tokoh muda Bukittinggi, Dr (c). Riyan Permana Putra, menyerukan perubahan kebijakan lalu lintas dari sistem satu arah (one way) menjadi dua arah (double track) di Jalan Padang Bukittinggi.
Menurutnya, kebijakan satu arah yang telah lama diterapkan di kawasan tersebut telah menimbulkan polemik dan keluhan di kalangan masyarakat. Apalagi kecelakaan yang baru saja terjadi di Jalur One Way Malalak dan salah satu korbannya adalah dunsanak kami.
Riyan Permana Putra menekankan pentingnya kebijakan yang mengutamakan kepentingan dan keselamatan masyarakat serta responsif terhadap aspirasi rakyat.
“Tuntutan ini diharapkan dapat mendorong aparat terkait untuk merevisi kebijakan lalu lintas yang ada demi kebaikan bersama,” pungkasnya.
Dan jika kita telaah secara hukum diduga kebijakan ini. Setidaknya ada aturan yang dilanggar pemerintah dengan pemberlakuan kebijakan ini, kata Riyan Permana Putra.
“Sistem one way way Bukittinggi – Padan tersebut, kata Riyan Permana Putra, diduga melanggar UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ),” tambahnya.
“Dalam UU LLAJ, pemberlakukan sistem one way dinilai melanggar pasal 93 dan 94 yang mengatur tentang management dan rekayasa lalu lintas. Dalam Pasal 93, ditegaskan bahwa Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan Jalan dan gerakan Lalu Lintas dalam rangka menjamin Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dan dalam pelaksanaannya harus sebagaimana diatur dalam pasal 94, rekayasa lalu lintas harus melalui tahap perencanaan yang diantaranya memuat identifikasi masalah Lalu Lintas, analisis daya tampung jalan analisis dampak Lalu Lintas,” sambungnya.
“Diduga sistem one way Bukittinggi – Padang tidak direncanakan secara matang dan diduga dilakukan serampangan tanpa menganalisa daya tampung jalan dan Analisa dampak lalu lintasnya seperti yang diamanatkan UU LLAJ,” tutupnya.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)
