Bukittinggi – Dilansir dari Daily Kepri, pelantikan kepengurusan KONI Bukittinggi diwarnai dengan isu pencabutan keanggotaan Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Kota Bukittinggi dari KONI setempat. Ketua KONI Bukittinggi, Hendra Hendarmin, menyatakan bahwa keputusan ini diambil karena adanya pelanggaran prosedur, yakni pengeluaran Surat Keputusan (SK) PBSI tanpa rekomendasi dari KONI Bukittinggi.

Sekretaris KONI Bukittinggi, Hamdan HS, menjelaskan bahwa berdasarkan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) KONI, setiap cabang olahraga yang mengeluarkan SK tanpa rekomendasi dari KONI otomatis kehilangan hak keanggotaannya. Menurut Hamdan, KONI hanya mengikuti regulasi yang berlaku dalam keputusan ini.

Ditempat berbeda, Dr (c) . Riyan Permana Putra, SH, MH yang merupakan warga Bukittinggi dan praktisi hukum Perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat menanggapi masalah adanya dugaan kisruh KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Bukittinggi ke Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Kota Bukittinggi yang merupakan cabang olahraga (cabor). Kisruh antara KONI dengan cabor sering terjadi karena perbedaan kepentingan dan pandangan mengenai pembinaan dan pengelolaan olahraga.

Riyan Permana Putra menambahkan, KONI Bukittinggi bertugas untuk membina dan meningkatkan prestasi olahraga secara nasional. Sementara itu, cabor fokus pada pembinaan dan pengembangan olahraga di cabang olahraga masing-masing. Perbedaan ini bisa memicu konflik, terutama terkait pembiayaan, kebijakan, dan peran masing-masing pihak dalam pembinaan olahraga.

Riyan Permana Putra melanjutkan, dugaan kisruh antara KONI Bukittinggi dan cabor (PBSI,red) dapat mengganggu jalannya pembinaan dan peningkatan prestasi olahraga, sehingga perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang baik antara kedua pihak.

“Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menyelesaikan kisruh tersebut antara lain: Pertama, komunikasi yang efektif:
KONI Bukittinggi dan PBSI Bukittinggi perlu melakukan komunikasi yang rutin dan terbuka untuk membahas berbagai isu yang terkait dengan pembinaan olahraga. Kedua, koordinasi yang baik:
KONI Bukittinggi dan PBSI Bukittinggi perlu memiliki mekanisme koordinasi yang jelas dan efektif untuk memastikan bahwa pembinaan olahraga berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Penyelesaian sengketa yang adil:
Jika terjadi sengketa antara KONI Bukittinggi dan PBSI Bukittinggi, perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan efektif. Serta Ketiga adanya Peningkatan profesionalisme:
KONI Bukittinggi dan PBSI Bukittinggi perlu meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan olahraga, baik dari sisi administrasi maupun dari sisi pembinaan atlet,” ujarnya.

Jika KONI Bukittinggi tidak memberikan rekomendasi untuk pelantikan, langkah pertama adalah memahami alasan di balik keputusan tersebut. Setelah itu, perlu dilakukan upaya untuk menyelesaikan masalah melalui komunikasi dan negosiasi. Jika tidak ada solusi yang ditemukan, bisa ditempuh jalur hukum sesuai peraturan yang berlaku. Jika upaya komunikasi dan negosiasi tidak berhasil, maka bisa mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum, jelasnya.

Ketiadaan rekomendasi KONI Bukittinggi dapat memiliki dampak yang signifikan bagi organisasi olahraga, terutama terkait keanggotaan, partisipasi dalam kegiatan, dukungan finansial, dan pengakuan resmi. Organisasi olahraga perlu memahami prosedur dan persyaratan rekomendasi KONI agar dapat mendapatkan pengakuan dan dukungan yang mereka butuhkan, ungkapnya.

Dijelaskan pula oleh Riyan Permana Putra, KONI Bukittinggi bisa mengambil alih kepengurusan PBSI Bukittinggi jika diduga terjadi konflik kepengurusan yang mengganggu jalannya roda organisasi, seperti diduga ada fakta beberapa klub diduga tidak mendapat undangan, pengambil alihan tersebut berdasarkan AD/ART KONI, yakni berdasarkan AD/RT KONI, pada pasal 32 ayat 9 atau 8. Dimana dalam aturan itu disebutkan bahwa, pengurus organisasi cabang olahraga dan organisasi keolahragaan fungsional tingkat Kabupaten/Kota yang dikukuhkan oleh pengurus Provinsi tanpa adanya rekomendasi tertulis dari Ketua Umum KONI, maka kehilangan hak keanggotaannya.

“KONI Bukittinggi dapat mengambil alih sementara kepengurusan anggota jika terjadi konflik kepengurusan yang mengakibatkan terganggunya roda organisasi. Setelah diambil alih, maka bukan lagi sebagai pengurus yang terdaftar di KONI. Hak-haknya, termasuk hak memilih pada Muskot KONI otomatis tidak ada,” terangnya sambil menunjukan AD/ART KONI.

Dilansir dari Daily Kepri, Ketua PBSI Kota Bukittinggi, Andi Putra, saat ditemui awak media di Kantor DPRD kota Bukittinggi mengungkapkan kekecewaannya atas pencabutan keanggotaan PBSI. Ia menjelaskan bahwa dirinya telah berupaya memajukan olahraga bulutangkis di Bukittinggi, termasuk mengalokasikan dana pribadi dan hibah untuk pembinaan atlet. Namun, akibat pencabutan keanggotaan ini, atlet binaan PBSI tidak dapat berkompetisi dalam ajang resmi yang dinaungi KONI.

Sebagai bentuk respons terhadap keputusan tersebut, Andi menyatakan bahwa ia memilih mundur dari jabatan Ketua PBSI Kota Bukittinggi. Ia berharap agar kepengurusan PBSI ke depan dapat memperoleh rekomendasi dari KONI, sehingga cabang olahraga bulutangkis dapat kembali berkembang dan berprestasi di Bukittinggi. (*/Arianto/Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *