Bukittinggi — Dilansir dari Cuwitan, Wali Nagari Gadut, Edison St. Rajo Basa, memberikan klarifikasi terkait polemik dugaan perobekan surat hibah tanah untuk pembangunan sumur bor oleh Wali Jorong Pandam Gadang Ranggo Malai (PGRM). Insiden yang terjadi pada Jumat, 30 Mei 2025, sekitar pukul 14.00 WIB di sebuah warung di Laiang, Jorong PGRM, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, itu memicu kekecewaan warga dan menjadi sorotan publik.
Surat hibah tersebut rencananya menjadi dasar pembangunan sumur bor bantuan dari donatur Ida Ardjunas Abdul Malik untuk warga Dusun Padang Rajo, yang selama puluhan tahun kesulitan mendapatkan air bersih. Untuk kebutuhan minum, mereka terpaksa membeli air seharga Rp80.000 per tangki, sementara untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK), warga hanya mengandalkan air dari kolam masjid yang saat kemarau kondisinya memprihatinkan.
Menanggapi hal ini, Wali Nagari Gadut Edison St. Rajo Basa menegaskan akan memberikan Surat Peringatan Pertama (SP 1) kepada wali jorong yang bersangkutan, namun menolak untuk memberhentikannya.
“Tegas saya katakan, kalau Wali Jorong PGRM salah, akan saya beri SP 1. Tapi tidak bisa diberhentikan karena ini bukan kesalahan penuh wali jorong. Surat hibah yang dibawa warga saat itu masih kosong, belum ditandatangani pemberi hibah, tapi sudah diminta wali jorong menandatangani. Itu tidak prosedural, ” jelas Edison pada awak media via WhatsApp pada Sabtu 9 Agustus 2025.
Ditempat berbeda, Praktisi hukum dan eks Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Kabupaten Agam, Dr (c). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. menanggapi serius dugaan polemik perobekan surat hibah tanah yang diperuntukkan bagi pembangunan sumur bor di Jorong Pandam Gadang Ranggo Malai (PGRM), yang diduga dilakukan oleh Wali Jorong setempat. Peristiwa ini memicu keresahan warga karena program sumur bor tersebut berkaitan langsung dengan kebutuhan air bersih masyarakat.
Menurut Riyan, apabila benar Wali Jorong dengan sengaja merobek atau membatalkan dokumen hibah yang telah disepakati tanpa prosedur resmi, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar etika jabatan dan potensial melanggar hukum.
Dari aspek hukum pidana, tindakan itu berpotensi melanggar Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain atau dokumen yang memiliki nilai penting bagi pihak lain. Bila dokumen hibah tersebut asli dan sah secara hukum, kerusakannya dapat dilaporkan dan diproses secara pidana.
Dari sisi administrasi pemerintahan nagari, Riyan mengungkapkan jabatan Wali Jorong di Kabupaten Agam diatur oleh Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari. Dalam Pasal 41, disebutkan bahwa Wali Jorong dapat diberhentikan karena:
tidak melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai perangkat nagari,
melanggar sumpah jabatan, atau
melanggar larangan bagi perangkat nagari.
Sementara itu, menurut Riyan pada Pasal 42 mengatur bahwa Wali Jorong dapat diberhentikan sementara apabila terindikasi melakukan tindak pidana yang diancam dengan minimal 5 tahun penjara, berdasarkan putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap. Pemberhentian sementara dilakukan oleh Wali Nagari dengan persetujuan Camat, dan jika terbukti bersalah, pemberhentian dapat menjadi tetap.
Riyan menegaskan bahwa secara praktik, sebelum pemberhentian dilakukan, biasanya ada tahapan Surat Peringatan (SP) sebagai pembinaan awal. SP1 diberikan jika pelanggaran pertama terbukti, diikuti SP2 dan SP3 jika perilaku tidak diperbaiki. Namun, jika pelanggaran bersifat berat atau berdampak luas pada pelayanan publik, mekanisme pemberhentian sementara bisa langsung ditempuh.
“Jika bukti perobekan surat hibah ini kuat, secara hukum administrasi bisa saja Wali Jorong dikenakan SP1 sebagai langkah awal pembinaan, atau bahkan pemberhentian bila unsur kesengajaan dan kerugian masyarakat jelas terbukti,” tegas Riyan.
Ia juga mengingatkan agar kasus ini diselesaikan secara terbuka, melibatkan seluruh unsur pemerintahan nagari, Badan Permusyawaratan Nagari (BPN), dan masyarakat, demi memastikan pembangunan sumur bor tetap berjalan untuk kepentingan warga.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Nagari (DPMN) Agam, Handria Azmi, mengungkapkan bahwa dirinya diperintahkan langsung oleh Bupati Agam Benni Warlis untuk mengecek dan mengambil tindakan. “Jika terbukti bersalah, oknum jorong akan mendapat sanksi dari wali nagari. Secara etika dan kepatutan, seorang pelayan masyarakat tidak boleh bertindak seperti itu, ” tegas Handria.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)
