Padang – Menanggapi opini yang dilontarkan pengamat ekonomi Defiyan Cori di Harian Singgalang mengenai stagnasi capaian perekonomian Sumatera Barat selama 15 tahun terakhir, praktisi hukum Dr (c). Riyan Permana Putra, SH, MH menilai bahwa problem utama Sumbar memang terletak pada minimnya political will dan lemahnya tata kelola regulasi yang mendukung iklim investasi.
“Jika kita melihat data BPS, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2024 hanya 4,36% dan pada kuartal II 2025 turun lagi ke 3,94% (yoy). Angka ini jelas di bawah nasional yang 5,03%. Kondisi ini menunjukkan adanya masalah struktural. Salah satu faktor penghambat utama adalah ketidakpastian regulasi dan lemahnya kepastian hukum di daerah,” jelas Riyan.
Menurutnya, kondisi ini bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan pentingnya penguasaan negara atas cabang produksi yang penting dan dikuasai untuk kemakmuran rakyat, serta kewajiban pemerintah daerah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk mengembangkan perekonomian lokal.
“Tanpa regulasi yang jelas, konsisten, dan berpihak pada iklim usaha, investor akan ragu menanamkan modal. Apalagi Sumbar masih sering diwarnai tarik menarik kepentingan adat, birokrasi, dan politik. Padahal, UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sudah menegaskan bahwa pemerintah wajib memberikan kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas kepada investor,” tambahnya.
Solusi Hukum dan Strategis yang Ditawarkan
Riyan Permana Putra menawarkan sejumlah solusi hukum untuk mengatasi stagnasi ekonomi Sumbar:
- Reformasi Regulasi Daerah
Melakukan review menyeluruh terhadap Perda-Perda yang berpotensi menghambat investasi, serta mendorong lahirnya regulasi baru yang memberikan insentif dan kepastian hukum bagi dunia usaha. - Perlindungan Hukum Investor
Pemerintah daerah harus menjamin keamanan investasi sesuai UU Cipta Kerja (UU No. 6/2023) yang mempermudah perizinan, sehingga investor tidak khawatir menghadapi kriminalisasi kebijakan. - Audit dan Evaluasi Birokrasi
Melibatkan BPKP dan Ombudsman untuk mengaudit kinerja pelayanan publik dan meminimalisir maladministrasi yang sering menjadi hambatan investasi. - Penguatan Peran Pemerintah Daerah
Pemerintah harus menggunakan kewenangannya sesuai Pasal 278 UU Pemda No. 23/2014 untuk membangun kerja sama daerah, terutama dengan provinsi tetangga yang kini ekonominya lebih progresif seperti Jambi dan Lampung. - Jurisprudensi dan Kepastian Hukum
Merujuk pada Putusan MA No. 26 P/HUM/2018, di mana Mahkamah Agung menekankan pentingnya regulasi daerah yang tidak boleh bertentangan dengan kepentingan investasi nasional. Hal ini harus dijadikan pegangan agar kebijakan ekonomi daerah tidak diskriminatif dan memberi kepastian.
“Perekonomian Sumbar tidak akan bergerak maju hanya dengan slogan. Dibutuhkan keberanian politik (political will), reformasi regulasi, dan konsistensi dalam menjalankan komitmen pembangunan ekonomi berbasis kepastian hukum. Tanpa itu, Sumbar akan terus tertinggal dibanding provinsi tetangga,” tegas Riyan.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)
