Bukittinggi – Diduga program uang komite sekolah di Bukittinggi tidak ditepati atau tidak terlaksana sesuai janji kampanye Bukittinggi Gemilang, ini terlihat dari keluarnya Surat Nomor: 400.3.5/175/Disdikbud/2025, tertanggal, 10 April 2025 dari Sekretariat Daerah Kota Bukittinggi yang menyatakan sehubungan dengan pelaksanaan Bantuan Keuangan Khusus dari Pemerintah Kota Bukittinggi berupa pembebasan luran Komite SMA, SMK, dan SLB Negeri dan Swasta serta se-Kota Bukittinggi pada Tahun Anggaran 2025, bersama ini kami sampaikan bahwa dengan pertimbangan Efesiensi Anggaran, kemampuan keuangan daerah, dan masih banyaknya Urusan Wajib Bidang Pemerintah Kota Bukittinggi yang belum terpenuhi. Maka, pembebasan luran Komite SMA, SMK, dan SLB Negeri dan Swasta Tahun Anggaran 2025 hanya dapat diberikan kepada siswa dari keluarga kurang mampu yang terdata pada DTKS.

Surat ini tersebar ke beberapa grup WhatsApp (WA) masyarakat Bukittinggi, seperti grup WA dengan inisial TRJEH, salah satu tokoh masyarakat menshare surat tersebut sambil menyatakan : “Iko nan baliak ka inyiak.”

Menanggapi hal tersebut, Dr (c). Riyan Permana Putra yang sebelumnya menjadi Ketua Tim Hukum/Advokasi Erman Safar – Heldo Aura serta Ketua Tim Hukum/Advokasi partai politik pendukung Erman Safar – Heldo Aura yang merupakan koalisi terbesar di Kota Bukittinggi dengan gabungan Gerindra, Nasdem, Golkar, PKB, PSI, Perindo, PBB, Garuda, Hanura, Gelora, Masyumi, dan Partai Buruh ini berpesan agar walikota dan wakil walikota terpilih periode 2025–2030 memenuhi janji-janji politik saat kampanye.

“Kita sebagai masyarakat Bukittinggi tentu berharap walikota dan wakil walikota terpilih periode 2025–2030 memenuhi janji-janji politik saat kampanye. Jika tidak yang kita takutkan ke depan Bukittinggi Gemilang bisa menjadi Bukittinggi Gelap jika janji kampanye tidak ditepati. Amanah harus rakyat dijalankan sebaik-baiknya sesuai peraturan perundang-undangan,” tegas tokoh muda Bukittinggi ini di Bukittinggi, pada Sabtu, (12/4/2025).

Riyan Permana Putra yang juga merupakan praktisi hukum dan merupakan perintis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Sumatera Barat ini melanjutkan bahwa kampanye merupakan ranah publik, yang mana janji yang dinyatakan tidak harus tertulis dan bisa saja secara lisan, tetapi ada moral yang melekat di dalamnya. Dia mengingatkan seseorang dipercaya karena tutur katanya. Bila omongan seseorang tidak dapat dipercaya, lantas apa yang bisa dipercaya oleh masyarakat.

Riyan Permana Putra menambahkan janji yang disampaikan dalam kampanye peserta pemilu wajib ditagih karena itu merupakan utang.

“Janji adalah utang dan utang wajib untuk dibayar atau direalisasikan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Dalam Islam, hukum mengingkari janji adalah dosa besar dan termasuk perbuatan munafik. Janji yang tidak ditepati juga akan mendapatkan laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia,” katanya.

Riyan Permana Putra melanjutkan, janji kampanye yang disampaikan bukan menyangkut satu orang saja, tapi meliputi hajat hidup orang banyak yang harus direalisasikan oleh sipembuat janji ketika ia terpilih .

“Menagih janji-janji walikota dan wakil walikota terpilih berarti masyarakat menuntut akuntabilitas dan pemenuhan komitmen walikota dan wakil walikota terpilih serta berarti juga memperkuat kontrak sosial antara pemilih (rakyat) dan yang dipilih (walikota dan wakil walikota terpilih). Keterlibatan pasca-pemilu memberdayakan warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi dan memastikan bahwa pemimpin terpilih memerintah dan bekerja demi kepentingan publik,” ujarnya.

Pemilih adalah pengawas demokrasi yang harus tetap mengawasi dan meminta tanggung jawab mereka yang terplih agar memiliki integritas dan legitimasi dalam sistem demokrasi. Pemilu bukan garis finish dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Ia adalah garis start untuk rakyat Indonesia memulai menagih janji pemimpin dan wakil mereka yang terpilih dalam pemilu, meminta mereka mewujudkan komitmen mereka, dan bekerja untuk kepentingan dan kebaikan semua rakyat.

“Bila mereka yang terpilih dalam pemilu hendak disebut sebagai pemenang, maka mereka mesti memiliki komitmen atas janji-janji kampanye mereka. Jika tidak, mereka hanyalah para pecundang. “Losers make promises they often break; winners make commitments they always keep”, demikian sebuah kutipan populer,” tegasnya.

Riyan Permana Putra pun mengakhiri, secara hukum pengingkaran janji pada masa kampanye oleh walikota dan wakil walikota terpilih tidak dapat dituntut secara hukum, sehingga masyarakat harus pintar dan jeli dalam menyikapinya.

“Janji kampanye hanya dapat dituntut secara moral, sedangkan secara hukum tidak bisa (dituntut) sama sekali,” tuturnya.

Riyan Permana Putra menjelaskan, meskipun janji terkait uang komite ini bisa kita cek pada kampanye Bukittinggi Gemilang, pada bagian SEGMEN LAYANAN DASAR PENDIDIKAN GEMILANG “TAHUN AJARAN BARU, SENYUM GEMILANG.”

Dimana salah satu janji kampanyenya adalah Program penyediaan perlengkapan sekolah dan uang LKS secara GRATIS pada setiap tahun ajaran baru, serta melanjutkan bantuan iuran komite sekolah. Namun, Riyan Permana Putra menyebutkan janji dalam kampanye walikota dan wakil walikota terpilih bersifat abstrak dan relative, sehingga sulit dicari delik hukumnya jika dianggap tidak direalisasikan.

“Kita bisa melihat yurisprudensi pada saat pengadilan memang cenderung untuk menghindari terlibat terlalu jauh dengan gugatan yang berbau politik. Kebijakan itu mulai ditempuh pada masa Ketua MA Bagir Manan. Pada 15 Okotober 2003, Bagir Manan mengeluarkan SEMA No. 04 Tahun 2003 tentang perkara perdata berkaitan dengan pemilu. Lalu dalam janji kampanye saat pilkada calon walikota dan calon wakil walikota, janji kampanye politik hanya diucapkan oleh calon walikota dan calon wakil walikota pada masa kampanye. Sementara pemilih tidak mengikatkan diri untuk melakukan suatu prestasi dari janji politik tersebut. Syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata tidak terpenuhi karena pemenuhan syarat sepakat masih ambigu diantara calon walikota dan calon wakil walikota dan para pemilihnya sebagaimana yurisprudensi nomor register No: 17/PDT.G/2009/PN.JKT.PST, tanggal 23 Januari 2009. Jadi, janji kampanye bisa digugat, tapi sulit dikabulkan pengadilan,” tutupnya.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Bukittinggi Agam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *