Bukittinggi – Ustaz Abdul Somad (UAS) menjadi polemik setelah diduga ditolak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Payakumbuh, Kandidat Doktor UIN Imam Bonjol Padang, Dr (cand). Riyan Permana Putra, SH, MH, ikut tanggapi hal tersebut. Hal ini ditanggapi Riyan Permana Putra yang juga menjadi Ketua Tim Advokasi partai politik pendukung Erman Safar – Heldo Aura yang merupakan koalisi terbesar di Kota Bukittinggi dengan gabungan Gerindra, Nasdem, Golkar, PKB, PSI, Perindo, PBB, Garuda, Hanura, Gelora, Masyumi, dan Partai Buruh, Sabtu, (19/10).
Riyan Permana Putra menekankan seharusnya dugaan penolakan tidak terjadi bahwa UAS berperan penting dalam memberikan inspirasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda (pemuda).
“UAS berdakwah untuk mendorong orang-orang terbaik agar berperan dalam membawa perubahan cepat melalui kekuasaan,” tekannya.
Riyan Permana Putra menjelaskan politik itu tidak buruk. Islam sangat mementingkan politik. Setidaknya ada dua alasan yaitu hirashah al diin (menjaga agama), dan siyasah al dunya (mengatur bumi). Dalam sejarah tercatat bahwa Rasulullah, selain sebagai pemimpin Agama, negara, juga sebagai ahli dalam berpolitik. Piagam Madinah adalah contoh politik Rasulullah yang amat hebat.
Agama dan politik seharusnya tidak dipisahkan, Riyan Permana Putra menyitir Mohammad Natsir dimana mantan Perdana Menteri Indonesia itu pernah berucap, “Islam beribadah, akan dibiarkan, Islam berekonomi, akan diawasi, Islam berpolitik, akan dicabut seakar-akarnya”. Dan Natsir juga pernah berpesan dalam Buku Capita Selectanya bahwa, “Islam tidak terbatas pada aktivitas ritual muslim yang sempit, tapi pedoman hidup bagi individu, masyarakat dan negara. Islam menentang kesewenang-wenangan manusia terhadap saudaranya. karena itu, kaum muslimin harus berjihad untuk mendapatkan kemerdekaan. Islam menyetujui prinsip-prinsip Negara yang benar.”
“Bagi Natsir, agama (baca: Islam) tidak dapat dipisahkan dari negara. Ia menganggap bahwa urusan kenegaraan pada pokoknya merupakan bagian integral risalah Islam, jelasnya.
Sebaiknya, menurut Riyan Permana Putra, pemimpin ummat yang diduga melarang UAS berdakwah itu yakin bahwa dengan memberikan mandat atau berpedoman kepada dakwah ulama dalam memainkan politiknya, sebuah kota akan hebat (sebagaimana banyaknya program pro rakyat dan adat basandi syarak dan syarak basandi kitabullah di Bukittinggi), nagari akan aman, negara dan masyarakat akan makmur, damai serta sejahtera. Sebaliknya jika mandat itu dibebankan kepada orang yang tidak paham agama, maka praktek kolusi, nepotisme, dan korupsi semakin menjamur, khawatirnya.
“Kita sekarang tidak di zaman orde baru, jangan ulangi tragedi tokoh-tokoh masyumi dulu, ketika perjuangan melalui jalur politik terganjal, para tokoh Masyumi pun menempuh jalur dakwah di masyarakat, masjid, pesantren, dan perguruan tinggi. Istilah mereka, dakwah adalah laksana air yang mengalir, tidak boleh berhenti, dan tidak bisa dibendung,” terangnya.
Riyan Permana Putra melanjutkan, semakin banyak tokoh agama yang mengambil peran dalam menjalankan politik, baik di legislatif, yudikatif, dan eksekutif, maka akan membawa dampak yang lebih positif. Ulama jika sudah bersatu dalam meramaikan politik aktif akan membawa kemaslahatan yang lebih besar, lanjutnya.
Riyan Permana Putra menyebutkan jika paradigma beberapa pemimpin ummat, seperti dugaan pelarangan ulama berdakwah sebagaimana diperlakukan kepada UAS tetap dipelihara, maka bukan tidak mungkin agama Islam akan rusak, mundur dan stagnan karena urusan itu direkomendasikan kepada subjek yang kurang paham akan nilai-nilai ajaran Islam. Masyarakat akan semakin tidak berdaya. Integritas yang mereka miliki tidak teruji karena kedangkalan pengetahuan agama mereka, sebutnya.
Riyan Permana Putra menyitir pendapat Ibnu Aqil Al Hanbali untuk memperkuat peran ulama dalam politik, dimana Ibnu Aqil Al Hanbali mengatakan bahwa politik adalah maa kaana fi’lan yakunu ma’ahu al naasu aqraba ila al shalaah wa ab’ada an al fasaad, wa in lam yadha’hu al nabiyyi wa laa nazala bihi wahyun. Politik adalah suatu upaya strategis untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, menjauhkan mereka dari kerusakan, sitirnya.(Tim Media Bukittinggi Agam/Forum Pers Independen Indonesia (FPII)